Masalah-masalah Sosial dan Media Massa

Para akademisi dan praktisi meramalkan bahwa bahwa media massa akan mengalami perubahan secara drastic baik sifat, peran, maupun jenisnya. Hal ini disebabkan karena perubahan sosial yang begitu cepat dan tuntutan-tuntutan pemilik modal yang begitu kuat sehingga siapa pun yang telah memilih bekerja di media massa akan memiliki visi yang sama, yaitu “menyelamatkan diri” dengan menyelamatkan medianya dari kebangkrutan atau dari larinya pemilik modal.
            Ini berarti secara tidak langsung media massa tidak lagi menjalankan fungsi utamanya dan juga telah merubah visi dan misi media massa. Kalau secara teori media massa adalah institusi yang berfungsi memberi informasi, edukasi dan hiburan maka dikhawatirkan pada masa yang akan datang fungsinya berubah dengan memberi informasi yang tidak edukatif dan hiburan yang tidak edukatif pula. Dengan kata lain, media massa memiliki sisi gelap di mata masyarakat. saat ini, media massa distigmakan sebagai lembaga penghasut, pencetus kerusuhan, pencetus masalah sosial dan sebagainya.
            Media massa saat ini dianggap miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan, media massa justru menjadi corong provokasi nilai-nilai kehewanan, seperti materialistis, mistisme, hedonisme, seks, konsumerisme, kekerasan, sekularisme, mistisme, dan semacamnya yang dimana semua itu telah menjadi
masalah-masalah sosial dalam masyarakat saat ini.

A. Mistisme dan Tahayul
            Akhir-akhir ini tayangan mistik di media massa, khususnya televisi menjadi salah satu mindstream di antara mindstream lain yang ada di media massa.lepas dari kontroversi di masyarakat mengenai hal tayangan ini, namun tayangan mistisme dan tahayul itu menyedot banyak perhatian, karena pada dasarnya masyarakat konsumen media di Indonesia yang berbasis tradisional lebih menyukai informasi yang tahayul dan mistisme. Kebutuhan masyarakat terhadap hiburan macam ini adalah sebuah petualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin tahu mereka terhadap misteri fisika (mistik) atau rasa ingin tahu terhadap dunia lain, dunia mistik yag tak terjawab itu.
1. Macam-macam Tayangan Mistik dan Tahayul
(1)   Mistik-semi sains, yaitu film-film mistik yang berhubungan dengan fiksi ilmiah. Tayangan ini bertutur tentang berbagai macam bentuk misteri yang ada hubungan dengan ilmiah, walaupun sebenarnya kadang tidak rasional namun secara ilmiah mengandung kemungkinan kebenaran.
(2)   Mistik-fiksi, yaitu film mistik hiburan yang tidak masuk akal, bersifat fiksi, atau hanya sebuah fiksi yang di filmkan untuk menciptakan dan menyajikan misteri, suasana mencekam, ataupun kengerian kepada masyarakat.
(3)   Mistik-horor, yaitu film mistik yang lebih banyak mengeksploitasi dunia lain, seperti hubungannya dengan jin, setan, santet, kekuatan-kekuatan supranatural seseorang, kematian tidak wajar, balas dendam, penyiksaan dan sebagainya.
2. Bahaya Tayangan Mistik dan Tahayul
            Setiap pemberitaan media massa memiliki efek media bagi konsumen media, salah satu efek media tersebut adalah efek keburukan yang dialami masyarakat. begitu pula tayangan mistik dan tahayul memiliki efek buruk bagi masyarakat yang menontonnya. Bahaya terbesar dari tayangan mistik dan tahayul adalah pada kerusakan sikap dan perilaku. Kerusakan sikap menyangkut pembenaran terhadap kondisi-kondisi hidup yang irasional, toleransi terhadap keburukan, dengki dan iri hati. Walaupun secara ilmiah tidak ada hubungan konstan antara sikapdan perilaku, namun tayangan mistisme dan tahayul di media massa dikhawatirkan mempengaruhi perilaku masyarakat dengan perilaku-perilaku buruk yang ada pada tayangan-tayangan tersebut.

B. Pelecehan Seksual dan Pornomedia
1. Berawal dari Wacana Seks
            Masalah tubuh perempuan sebagai objek porno, sebenarnya telah lama menjadi polemik dihampir semua masyarakat disebabkan karena adanya dua kutup dalam menilai tubuh manusia (terutama perempuan) sebagai objek seks. Pemikiran tersebut mendasari semua argumentasi dan polemik tentang seks sebagai objek porno di masyarakat baik sebagai alasan memuja-muja seks maupun alasan penguasaan objek seks. Dari masa ke masa, masyarakat terus berpolemik tentang seks di antara dua kutup itu.
            Pada sisi lain dari kehidupan masyarakat kota, dijumpai beberapa wanita lebh senang dieksploitasi atau mengeksploitasi dirinya sebagai objek porno. Wanita lebih senang menonjolkan bagian-bagian tubuhnya untuk menjerat lawan jenisnya. Bentuk tantangan seperti ini adalah sisi lain dari subjektivitas wanita dalam memperlakukan peilaku seksnya, serta bagaimana mereka menempatkan tingkah laku tersebut pada makna porno yang sesungguhnya.
            Melihat bahawa wacana porno itu selalu ditanggapi secara subjektif menurut konteks nilai yang berlaku di masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu, maka perdebatan-perdebatan tentang persoalan seks dan hal ihwal yang berhubungan dengannya, harus dimulai dari pandangan intrasubjektif maupun intersubjektif tentang makna sebenarnya dari porno yang diperdebatkan itu.
2. Pergesaran Konsep Pornografi
            Pada awalnya ketika masyarakat belum terbuka seperti sekarang ini, begitu pula media massa dan teknologi komunikasi belum berkembang seperti saat ini, semua bentuk pencabulan atau tindakan-tindakan yang jorok dengan menonjolkan objek seks disebut dengan kata porno. Saat ini ketika masyarakat sudah terbuka, kemajuan teknologi komunikasi terus berkembang, maka konsep pornografi juga telah bergeser dan berkembang. Karena itu secara garis besar, dalam wacana porno atau penggambaran tindakan pencabulan (pornografi) kontemporer, ada beberapa varian pemahaman porno yang dapat dikonseptualisasikan, seperti pornografi, pornoteks, pornosuara, pornoaksi. Dalam kasus tertentu semua kategori konseptual itu menjadi sajian dalam satu media, sehingga melahirkan konsep baru yang dinamakan pornomedia.
a.      Pornografi
Pornografi adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak menonjolkan tubuh dan alat kelamin  manusia.
b.      Pornoteks
c.       Pornoteks adalah karya porno yang ditulis sebagai naskah cerita atau berita dalam berbagai versi hubungan seksual, dalam berbagai bentuk narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi secara detail dan vulgar
d.      Pornosuara
Pornosuara yaitu suara, tuturan, kata-kata dan kalimat-kalimat yang diucapkan seseorang, yang langsung atau tidak langsung bahkan secara halus atau vulgar melakukan rayuan seksual, suara tentang tuturan tentang objek seksual atau aktivitas seksual.
e.       Pornoaksi
Pornoaksi adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan memberi rangsangan seksual sampai dengan aksi mempertontonkan payudara dan alat vital yang tidak disengaja atau disengaja untuk membangkitkan nafsu seksual bagi yang melihatnya.
f.       Pornomedia
Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, pornosuara dan pornoaksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan sesuai dengan karakter media yang menyiarkan porno itu. Konsep pornomedia meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media.

3. Pengaruh Pornomedia; Kritik Terhadap Pornografi
            Pornografi adalah sebuah istilah yang cukup lama dan cukup panjang sejarahnya bila dibandingkan dengan berbagai istilah dalam konteks istilah-istilah yang sama. Akhir-akhir ini masalah pornigrafi semakain sering diucapkan sejak media massa terutama media elektronika sering menayangkan gambar-gambar asusila.
            Bahaya pornomedia dapat dikatakan sebagai berikut :
(1)   Tingkat pertama, mengubah normal menjadi abnormal
(2)   Tingkat kedua, meningkatkan kebiasaan menelusur dan mengkonsumsi pornomedia dan menjadikan perilaku anomali sebagai kebiasaan.
(3)   Tingkat tiga, mengumpulkan pandangan tentang pornomedia dan mengubah pandangan normal terhadap anomali pornomedia.
(4)   Tingkat empat, mencari kepuasan pornomedia di dunia nyata.
(5)   Tingkat lima, sikap terhadap pencarian kepuasan pornomedia di dunia nyata dan anomali seksual sebagai tindakan normal dan wajar.
Dengan emikian, ketika sebuah tayangan pornomedia disiarkan oleh media massa, maka dapat dipastikan khalayak terkonstruksi dengan penayangan pornomedia itu, karena media massa mampu meyakinkan khalayak dengan terpaannya yang menyebar ke berbagai pihak. Hal ini sungguh menghawatirkan banyak pihak karena kerusakan-kerusakan sosial dan moral pasti terjadi sebagai bagian dari media massa yang tidak bisa dikendalikan sebagaimana bahaya terhadap pornomedia tersebut.
            Alasan pornomedia sebagai kekerasan (eksploitasi) terhadap manusia terbesar di media massa adalah:
(a)    Media dengan sengaja menggunakan objek perempuan untuk keuntungan bisnis mereka, dengan demikian penggunaan pornomedia dilakukan secara terencana untuk mengabaikan, menistakan dan mencampakkan harkat manusia, khususnya perempuan.
(b)   Objek pornomedia (umumnya tubuh perempuan) dijadikan sumber kapital yang dapat mendatangkan uang, sementara perempuan sendiri menjadi subjek yang disalahkan.
(c)    Media massa telah mengabaikan aspek-aspek moral dan  perusakan terhadap nilai-nilai pendidikan dan agama serta tidak bertanggung jawab terhadap efek-efek negatif yang terjadi di masyarakat.
(d)   Selama ini berbagai pendapat yang menyudutkan perempuan sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pornomedia tidak pernah mendapat pembelian dari media massa dengan alasan pemberitaan dari media massa harus berimbang.
(e)    Media massa secara politik menempatkan perempuan sebagai bagian kekuasaan mereka secara umum.
4. Konstruksi Sosial Pornomedia
            Ketika media massa menggunakan pornomedia sebagai  objek pemberitaan maupun proses pemberitaan, maka informasi dan pemberitahuan porno itu akan sangat cepat (dan meluas) terkonstruksi sebagai pengetahuan di masyarakat. Proses kecepatan itu melalui tiga tahap, yaitu
(a)    Proses eksternalisasi terhadap objek dan proses pencabulan terjadi dengan cepat sebagai akibat dari penyesuaian diri yang sangat cepat dari masyarakat yang terbuka untuk menerima informasi baru melalui media massa termasuk informasi-informais pencabulan.
(b)   Proses objektivasi, di mana masyarakat informasi yang terbuka dengan pola-pola interaksi yang terbuka pula akan memudahkan terciptanya proses intersubjektif yang dilembagakan, sehingga informasi yang disebarkan media massa akan dengan mudah mengalami proses institusionalisasi di masyarakat.
(c)    Proses internalisasi, dimana masyarakat yang sudah terobjektivasi dengan pornomedia akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian fungsional dari informasi itu sendiri, dengan demikian masyarakat akan terbiasa dengan kehidupan porno.
C. Kekerasan Perempuan di Media Massa
1. Citra Kekerasan Perempuan
            Keindahan perempuan dan kekaguman lelaki terhadap perempuan adalah cerita klasik dalam sejarah umat manusia. Dua hal itu pula menjadi dominan dalam inspirasi banyak pekerja seni dari masa ke masa. Eksploitasi perempuan dalam pencitraan media massa tidak saja karena kerelaan perempuan,namun juga karena kebutuhan kelas sosial itu sendiri. Sayangnya kehadiran perempuan dalam kelas sosial itu masih menjadi dari refleksi realitas sosial masyarakatnya bahwa perempuan selalu menjadi subordinat kebudayaan laki-laki.
2. Kekuasaan Laki-laki Atas Perempuan
            Dari sisi pemaknaan, pemberitaan media massa juga tidak seimbang antara pemaknaan ruang publik laki-laki dan ruang piblik perempuan. Ketika pemberitaan media massa menyangkut persoalan laki-laki, maka media massa menyorotinya sebagai pahlawan karena masyarakat membutuhkan mereka. Namun ketika sorotan media massa pada persoalan perempuan, terkesan maknanya sebagai pelengkap pemberitaan pada hari itu. Persoalan menjadi serius ketika pmberitaan media massa menyangkut sisi-sisi aurat perempuan makna pemberitaannya justru menjadi konsumsi laki-laki, maka disitu terkesan bahwa perempuan sedang dieksploitasi sebagai sikap ketidakadilan terhadap perempuan dan bahkan kekerasan terhadap mereka.
D. Kekerasan dan Sadisme
            Kekerasan media massa bisa muncul secara fisik maupun verbal bagi media televisi, dari kekerasan dengan katat-kata kasar sampai dengan siaran-siaran rekonstruksi kekerasan yang dapat ditonton di televisi. Bentuk kekerasan dan sadism media massa dengan modus yang sama di semua media lebih banyak menonjolkan kengerian dan keseraman di mana tujuan pemberitaan itu sendiri.
            Kejahatan di media massa terdiri dari beberapa macam, seperti (1) kekerasan terhadap diri sendiri, seperti bunuh diri, (2) kekerasan kepada orang lain, seperti menganiaya orang lain, (3) kekerasan kolektif, seperti perkelahian missal, (4) kekerasan dengan skala yang lebih besar, seperti peperangan dan terorisme.
E. Pembunuhan Karakter
            Pembunuhan karakter adalah juga kekerasan terhadap orang lain, karena tidak seorang pun berhak menghalangi seseorang untuk berkarya mengekspresikan diri dan mengembangkan karakternya di masyarakat. Bagi media massa yang menggunakan paradigm war journalism pembunuhan karakter ini adalah model produksi jurnalisnya, tanpa memandang apa pun akibat dari pemberitaannya bagi semua pihak.
F. Tayangan dan Pemberitaan Yang Tidak Bermutu
            Media massa juga acapkali menayangkan atau memberitakan informasi-informasi yang tidak bermutu dan tak bermanfaat bagi masyarakat. persoalan axiologi informasi menjadi sangat penting ketimbang persoalan epistemoligi-nya, karena pertanyaan mengapa harus tayangan itu yang disiarkan, mengapa tayangan semacam ini yang blow up media habis-habisan, padahal tayangan itu tak memberi apa-apa bagi masyarakat kecuali masyarakat mengonsumsi sifat-sifat buruk dari informasi itu, menjadi pertanyaan yang sangat mendasar dalam paragraf ini.

5 komentar: