PERKAWINAN DAN BENTUK-BENTUKNYA

A. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu karena dari perkawinan akan lahir keluarga yang merupakan organisasi sosial yang terkecil. Beberapa ahli mendefinisikan perkawinan sebagai berikut, diantaranya : 1. Menurut Koentjaraningrat perkawinan merupakan pengatur kelakuan menusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya, yaitu kelakuan-kelakuan seks, terutama persetubuhan. 2. Menurut William A. Haviland perkawinan merupakan suatu transaksi dan kontrak yang sah dan resmi antara seorang wanita dengan seorang pria yang mengukuhkan hak mereka yang tetap untuk berhubungan seks satu sama lain, serta menegaskan bahwa si wanita yang bersangkutan sudah memenuhi syarat untuk melahirkan 3. Menurut Abd. al Rahman Al Jaziri perkawinan atau nikah adalah akad yang memberikan hak (keabsahan) kepada laki-laki untuk memanfaatkan tubuh perempuan demi kenikmatan seksualnya. Dari beberapa pendapat ahli diatas, menunjukkan bahwa perkawinan merupakan bentuk kontrak sosial antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama. Kontrak sosial tersebut bisa saja disahkan oleh kebiasaan/adat, oleh agama, oleh negara, ataupun ketiganya.pada masyarakat modern Indonesia, perkawinan banyak dipengaruhi oleh tradisi, agama, dan negara. Perkawinan dilaksanakan untuk membentuk keluarga dan menghasilkan keturunan. Apabila seorang perempuan telah menjadi istri dari seorang laki-laki, maka sudah menjadi kewajiban dari perempuan itu untuk melayani suaminya. Baik itu kebutuhan seksual maupun kebutuhan lainnya yang diinginkan suaminya. Ketika membicarakan perkawinan yang serig muncul dalam pikiran kita adalah perilaku seksual. Hal itu karena manusia melakukan perkawinan untuk menghasilkan keturunan dan untuk menghasilkan keturunan maka diperlukan adanya hubungan seksual atau persetubuhan. Namun, hubungan seksual yang dilakukan tidak begitu saja dilakukan, melainkan harus ada pengesahan dari agama, negara/hukum, adat, ataupun ketiganya. Ada juga perkawinan yang tujuan utamanya bukanlah menghasilkan keturunan melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan seksual semata, seperti perkawinan antar sesama jenis (homoseksual). Perkawinan tersebut telah disahkan oleh beberapa negara, meskipun itu di anggap tidak bermoral. Apapun bentuknya, ketika norma-norma sosial, norma agama, ataupun norma hukum mengatur hubungan seksual warganya, maka perkawinan merupakan perbuatan kebudayaan. Sebagai hasil kebudayaan, perkawinan tidak hanya melahirkan anak-anak, tatapi juga melahirkan konsep-konsep kebudayaan lainnya. Sistem keturunan dan kekerabatan, bentuk keluarga, bentuk tempat tinggal, pembagian waris, pola asuhan anak, pola pembagian mencari nafkah, jumlah pasangan, dan asal pasangan merupakan konsep-konsep yang mengikuti konsep perkawinan. Berdasarkan uraian di atas, perkawinan dapat diartikan sebagai kontrak sosial antara seorang laki-laki dengan perempuan yang dilegalkan oleh adat, agama atau norma hukum formal untuk melakukan hubungan persetubuhan dan membentuk sebuah keluarga. B. Bentuk-Bentuk Perkawinan Perkawinan dalam masyarakat tidak hanya berupa satu jenis bentuk perkawinan saja. Melainkan terdiri dari beberapa bentuk perkawinan. Beberapa bentuk perkawinan dalam masyarakat di antaranya : 1. Endogamy Perkawinan endogamy dan eksogami merupakan bentuk perkawinan yang dilakukan berdasarkan aspek asal-usul pasangannya. Endogamy adalah perkawinan yang harus dilakukan dengan memilih pasangan hidupnya yang berasal dari desa/marga/kasta/keluarganya sendiri.bentuk perkawinan ini bisa dijumpai pada masyarakat To pembuni Sulawesi Selatan. Dimana perkawinan dilakukan dengan memilih pasangan dari sepupu sekali. Mereka mempergunakan bentuk perkawinan seperti ini agar harta warisan tidak dibagi-bagi kepada keluarga lain. Selain itu mereka ingin agar mereka bisa membentuk keluarga yang besar dimana didalamnya semua mempunyai hubungan darah dan tidak ada keluarga lain yang mencampuri. 2. Eksogami Eksogami adalah perkawinan yang mengharuskan seseorang untuk kawin dengan pasangannya di luar batas sosial tertentu. Perkawinan seperti ini bisa dijumpai pada sebagian masyarakat etnis Bugis di Sulawesi Selatan. ini dulunya sering dilakukan untuk menguasai suatu daerah tertentu. Hal itu karena mereka mempunyai prinsip bahwa jika mereka ingin menguasai suatu daerah maka mereka harus bergabung dengan penduduk daerah itu. Etnis bugis memegang teguh prinsip itu. Hal ini hampir sama ketika masuknya agama (Hindu, Budha, Islam) ke Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengembangkan ajarannya adalah dengan melakukan perkawinan dengan Bangsa Indonesia. Dan ternyata, cara itu memang sangat akurat. Perkembangan ajaran yang dibawa berkembang lebih mudah dibandingkan dengan cara yang lain. 3. Monogamy Bentuk perkawinan monogamy dan poligami merupakan bentuk perkawinan yang dilihat dari aspek jumlah pasangan yang boleh untuk dikawini. Monogamy adalah perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Artimya,dia hanya berhak memiliki satu pasangan saja. Bentuk perkawinan ini yang paling banyak ditemui dalam masyarakat. Adapula yang mengharuskan perkawinan bentuk ini untuk dilakukan diantaranya adalah masyarakat To Pembuni yang juga menerapkan bentuk perkawinan endogamy. Poligami di daerah ini sangat dilarang. Apabila larangan ini di langgar, maka akan diusir dari daerah tersebut. Monogamy dilakukan agar tidak terjadi perselisihan untuk memperebutkan pasangan. Pandangan masyarakat ini terhahadap orang yang melakukan poligami maka dia tidak akan membuat pasangannya bahagia karena akan terjadinya perebutan. Selain itu, dengan melakukan monogamy maka orang yang di beri nafkah tidak terlalu banyak sehingga kita tidak perlu terlalu bersusah payah mencari rezeki. 4. Poligami Poligami adalah bentuk perkawinan dimana seseorang boleh memiliki lebih dari satu pasangan. Keluaga poligami memiliki potensi memunculkan masalah perselisihan di antara pasangan. Padahal idealnya sebuah keluarga merupakan bentuk organisasi sosial yang efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah domestik. Bentuk poligami masih dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu : a) Poligini Poligini merupakan kebiasaan perkawinan dimana seorang laki-laki memiliki beberapa orang istri. Perkawinan semacam ini seringkali menimbulkan perselisihan di antara para istri. Untuk meminimalisir perselisihan antar istri, perkawinan bisa dilakukan dengan poligini sororal. Poligini sororal adalah perkawinan yang dilakukan dengan perempuan-perempuan yang masih memiliki hubungan persaudaraan. Dengan poligini sororal, diharapkan para istri dapat saling menyesuaikan diri dan bisa hidup bersama-sama dalam sebuah rumah tangga. Poligini mensyaratkan adanya sikap adil dari suami kepada istri-istrinya, terutama dalam hal pembagian hubungan biologis. Pada masyarakat dimana pekerjaan perempuan sangat berat dan membosankan, maka poligini merupakan sarana berbagi beban pekerjaan dan mengurangi kegiatan yang membosankan. Perkawinan poligini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai harta yang banyak dan berkedudukan tinggi dalam masyarakat. Semua etnis bisa saja melakukan poligini, kecuali etnis yang menggunakan sistem monogami. b) Poliandri Poliandri merupakan kebalikan dari poligami. Poliandri perkawinan dimana seorang perempuan boleh memiliki suami lebih dari satu. Perkawinan ini jarang sekali ditemukan di dunia ini. Kendala ketika melakukan poliandri yaitu sulitnya menentukan ayah kandung dari anak yang dilahirkan dari poliandri itu. Selain itu, poliandri cenderung lebih mudah menimbulkan perselisihan daripada poligini. Salah satu pemicunya bisa saja mengenai penentuan anak yang dilahirkan. Tentu saja masing-masing suami menganggap bahwa anak yang dilahirkan itu adalah anaknya. Meskipun akhirnya hal itu bisa dibuktikan dengan melakukan tes DNA, tentu akan menimbulkan kecemburuan bagi suami yang kalah dan menimbulkan dendam. 5. Levirat Bentuk perkawinan levirat dan sororat berhubungan dengan siapa seorang janda/duda yang boleh menikah kembali. Levirat adalah perkawinan dimana seorang janda menikah dengan seorang laki-laki yang merupakan saudara dari suaminya yang sudah meninggal. Perkawinan semacam ini dapat ditemukan pada masyarakat Enggano. Perkawinan ini disebut dengan paka’eupi atau ganti tikar. Pasangan yang baru biasanya berasal dari kerabat kakek atau nenek dari pihak suami yang telah meninggal. Alasan mereka melakukan perkawinan levirat adalah agar pengasuhan anak-anak yang ditinggal mati oleh salah seorang orang tuanya bisa dilakukan oleh orang dari keluarga itu sendiri agar anak-anak tidak merasa asing dengan orang yang kemudian akan mengasuh mereka. Semntara itu, janda oleh kerabat suami yang meninggal dikembalikan lagi kepada keluarganya sendiri , disertai penyerahan barang-barang miliknya. Dalam melaksanakan tradisi ini, janda yang ingin menikah lagi harus menjalani adat parabu’ai, yaitu memberi uang pamit kepada suami yang telah meninggal. 6. Sororat Perkawinan sororat merupakan kebalikan dari perkawinan levirat. Jika perkawinan levirat membahas mengenai janda yang ditinggal suaminya, maka sororat membahas tentang duda yang ditinggal mati istrinya. Dengan kata lain, sororat adalah perkawinan dimana seorang duda kawin dengan saudara perempuan istrinya yang sudah meninggal. Sama seperti di atas perkawinan ini dilakukan untuk mengasuh anak-anak yang ditinggal mati oleh ibunya agar tidak bercerai-berai. Dalam memilih pasangannya, duda itu harus memilih perempuan yang merupakan keluarga dari istrinya yang sudah meninggal. Perempuan yang dipilih bisa dimulai dari keluarga kakek ataupun nenek dari istri yang telah meninggal. Duda tersebut harus mencari perempuan sampai betul-betul mendapatkan dari keluarga istrinya yang sudah meninggal. Hal itu karena dia tidak boleh menikah lagi selain dengan perempuan yang dari keluarga istrinya saja. Tentu saja perkawinan ini akan membatasi kebebasan laki-laki dalam memilih pasangan hidupnya. Namun, duda-duda dari masyarakat Enggano tidak pernah merasa dirugikan dengan perkawinan sororat ini. Mereka menghormati adat di daerah mereka. Selain itu, mereka juga tahu bahwa itulah cara yang terbaik agar anaknya bisa diasuh oleh orang yang bisa dipercaya. 7. Perkawinan Kelompok Perkawinan kelompok (group mariage) adalah perkawinan yang dilakukan oleh beberapa laki-laki dengan beberapa perempuan yang dapat melakukan hubungan seks satu satu. Artinya mereka bisa saja melakukan pergantian pasangan dengan orang lain yang merupakan satu kelompok ketika melakukan perkawinan. Perkawinan seperti ini bertujuan hanya untuk memuaskan hasrat seksual semata. Mereka saling bertukar pasangan untuk mengetahui bagaimana rasanya berhubungan seksual dengan pasangan orang lain. Hal ini juga dilakukan untuk menutupi apabila ada pasangan yang salah seorangnya tidak subur atau tidak bisa menghasilkan keturunan. Anak yang lahir dari perkawinan ini akan menjadi anak dari laki-laki yang menjadi pasangan pertama. Meskipun tidak menutup kemungkinan itu adalah anak dari laki-laki lain yang telah bertukar pasangan dengannya. Perkawinan kelompok biasanya dilakukan oleh tiga atau empat pasangan yang masih saling mengenal satu sama lain. Perkawinan ini biasa terjadi di negara-negara liberal di Amerika dan juga Eropa. 8. Perkawinan Berturut Perkawinan berturut (serial mariage) merupakan bentuk perkawinan dimana seorang laki-laki atau perempuan kawin atau hidup bersama dengan sejumlah orang secara bertutut-turut. Artinya, perkawinan seseorang dengan sejumlah orang tidak dilakukan secara bersamaan, melainkan berturutan. Perkawinan ini sudah umum terjadi dalam masyarakat. Perkawinan ini bisa dilakukan apabila ditinggal oleh pasangan. Entah itu karena diceraikan ataupun karena dia meninggal. Perkawinan ini merupakan perkawinan yang dimana seseorang bisa bebas untuk memilih pasangannya sendiri. Sehingga dapat dikatakan perkawinan ini tidak mempunyai kendala yang berarti. Semua tergantung orang yang melakukannya, apakah dia bisa mendapatkan pasangan dengan baik, dan apakah dia bisa membiayai perkawinannya tersebut. 9. Perkawinan Sesama Jenis Perkawinan sejenis (homoseksual) adalah perkawinan yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki jenis kelamin yang sama. Perkawinan yang dilakukan antar sesama laki-laki dinamakan dengan perkawinan gay, sedangkan perkawinan yang dilakukan dengan sesama peempuan dinamakan perkawinan lesbian. Sebenarnya, ini bisa dibilang bukanlah perkawinan. Hal itu karena apabila melakukan perkawinan ini, maka tidak akan menghasilkan keturunan. Namun, di beberapa negara seperti Belgia, Belanda, Spanyol, Kanada, dan negara bagian Amerika Serikat yakni Massachusetts dan Hawaii telah mengesahkan dan mengatur undang-undang mengenai perkawinan sejenis ini. Sehingga, perkawinan ini sudah dapat digolongkan sebagai satu bentuk perkawinan. Tujuan utama perkawinan hanya untuk memuaskan hasrat seks semata.perkawinan sejenis sebagai fenomena sosial muncul pada akhir abad ke-20 yang dimotori oleh gerakan sosial LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender people). Gerakan ini tidak setuju dengan konsep perkawinan yang harus bersifat heteroseksual secara eksklusif. Dari berbagai macam bentuk perkawinan di atas yang paling sering dijumpai dalam masyarakat yaitu perkawinan monogamy dan perkawinan berturut. Perkawinan yang dilakukan pada umumnya heteroseksual, bukan homoseksual. Perkawinan dilakukan oleh masyarakat sebagai sarana melampiaskan hasrat seksual. Selain itu, perkawinan juga dilakukan untuk menghasilkan keturunan dan membentuk suatu keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar